Pelatihan Pembuatan Kloset Kepada Masyarakat Desa Tamburi dan Desa Bidipraing di Sumba Timur
Desember 23, 2022Vaksin Covid-19 Untuk Kelompok Rentan dan Marginal
Desember 28, 2022Ilustrasi kunjungan WPA ke rumah untuk memotivasi ODHA agar rutin minum ARV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) menyerang dan menghancurkan sel darah putih atau limfosit yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh atau dikenal dengan istilah medis CD4. Jika CD4 sudah diserang oleh virus HIV maka kekebalan tubuh akan menjadi lemah, sehingga mudah terserang berbagai penyakit yang disebut penyakit infeksi oportunistik. Oleh karena itu diperlukan obat untuk menekan jumlah virus yang disebut obat antiretroviral (ARV).
Obat ARV bekerja dengan cara mencegah HIV berkembang biak atau menggandakan diri, sehingga jumlah HIV dalam darah (viral load) bisa berkurang. Memiliki lebih sedikit HIV dalam tubuh memberi kesempatan pada sistem kekebalan untuk pulih dan memproduksi lebih banyak sel CD4. Jadi, tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah Virus serendah mungkin (hingga tidak terdeteksi/undetectable), kemudian manfaatnya adalah daya tahan tubuh terjaga, kualitas hidup terjaga sehingga dapat tetap produktif, dapat memulihkan sistem kekebalan tubuh. ARV juga bermanfaat untuk mengurangi penularan. Undetectable = untransmittable, artinya tidak terdeteksi = tidak menularkan, sehingga akan meningkatkan status imun orang dengan HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik.
Metode Terapi Antiretroviral (ART) menggunakan paduan 3 obat ARV yang disebut sebagai terapi kombinasi. ART bekerja jauh lebih baik daripada hanya satu ARV. cara penggunaan obat ini mencegah munculnya resistansi. Jika hanya satu jenis ARV dipakai, virus secara mudah mengembangkan resistansi terhadap ARV. Oleh karena itu, penggunaan hanya satu jenis ARV (yang disebut monoterapi) tidak dianjurkan.
Problem yang Muncul
Sebelum memulai minum ARV ODHA diberikan layanan konseling sebagai prosedur medis agar ODHA siap untuk minum obat setiap hari, termasuk untuk mengantisipasi terjadinya kebosanan atau ketidaksiapan menghadapi efek samping. Secara umum problem yang ada terkait dengan terapi ARV ini adalah banyak kasus ODHA yang putus minum obat ARV atau dikenal dengan terminologi lost to follow up (LFU). Penyebab ODHA putus minum obat ARV adalah bosan dan mengalami efek samping. LFU yang dialami ODHA tidak mudah diatasi, karena potensi untuk kembali LFU sangat mungkin terjadi. Hal yang melatarbelakangi situasi seperti ini bukan saja terkait dengan kondisi fisik dan psikis ODHA, namun lingkungan keluarga maupun komunitas sangat berpengaruh terjadinya LFU kembali.
Workshop Optimalisasi Sistem LKB dan Strategi Meminimalkan LFU Kabupaten Belu
Penyebab Putus Obat ARV
Untuk mengkaji lebih dalam faktor penyebab putus minum obat ARV ini, melalui evaluasi yang dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam kepada ODHA di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Belu didapatkan informasi alasan ODHA LFU disebabkan (1) Pindah rumah, pindah layanan rujukan dan di tempat baru tidak tersedia layanan ARV; (2) Efek samping dalam bentuk ketidaknyamanan dengan ARV; (3) Bosan dan malas untuk minum obat; (4) Merasa sehat; (5) Penerimaan diri yang belum selesai, mendapatkan informasi herbalis yang menyebabkan tidak mau minum ARV, belum terbuka ke keluarga, lingkungan dan takut diketahui pasangan.
Dinas Kesehatan: Institusi Yang Selalu Hadir
Dinas Kesehatan (Dinkes) di Kabupaten/Kota adalah istitusi yang memayungi Puskesmas dan rumah sakit yang berada di wilayahnya. Peran strategis Dinkes sangat menentukan problematika LFU, karena dari Dinkes ini pula berawal ketersediaan reagen sebagai bahan material untuk tes HIV dan AIDS yang didapatkan dari pemerintah pusat yakni Kemenekes RI serta ARV sebagai obat utama yang selalu harus dikonsumsi oleh ODHA.
FGD Validasi Data LFU di Kota Yogyakarta
Dinkes juga berfungsi sebagai institusi yang memberikan instruksi sekaligus mengkoordinasi berjalannya pelayanan komprehensif berkelanjutan yang ada di Puskesmas dan rumah sakit. Hal yang mendukung pemutusan LFU di Kabupaten Belu adalah adanya dukungan dana BOK untuk kegiatan promotif dan VCT, Anggaran Dana Desa (ADD) untuk kegiatan sosialisasi, adanya dukungan lintas sektor baik dari desa, camat, tokoh agama, tokoh adat, SDM tenaga kesehatan yang memiliki dedikasi tinggi, integrasi program dengan isu lain seperti P2M dan KIA. Saat ini, RSUD Atambua sudah mampu memberikan layanan ARV, kemudian Dinkes sedang menyiapkan RS swasta Marianum Halilulik dan 4 Puskesmas lainnya sebagai satelit layanan ARV.
Hal yang mendukung pemutusan LFU di Kota Yogyakarta adalah, akses ke Puskesmas lebih mudah, 18 Puskesmas sudah ada Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkelanjutan (LKB) dan akan ditambah di rumah sakit Pratama, rumah sakit DKT, Puskesmas Pembantu Jetis dan Puskesmas Pembantu Mergangsan. Program HIV dan AIDS di Kota Yogyakarta dilaksanakan secara lintas sektor dengan beberapa tujuan yaitu stigma dan diskrimasi kepada ODHA menghilang, ODHA bisa open status dan akses layanan kesehatan mudah. Kemudian ada anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah untuk HIV dan AIDS yang mana penggunaannya sudah ada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan.
Puskesmas dan Rumah Sakit Penjaga Gawang Memutus LFU
Layanan kesehatan yang sangat berperan dalam memberikan LKB adalah Puskesmas dan Rumah sakit, oleh karenanya peran dan fungsi lembaga layanan kesehatan ini sangat signifikan dalam memaksimalkan upaya memutus rantai LFU. Keterbatasan jumlah sumberdaya yang tersedia di Puskesmas dan Rumah Sakit tidak mengurangi peran dalam pemantauan maupun pendataan kasus LFU. Berbagai upaya terus ditingkatkan untuk mencegah LFU.
Menurut Puskesmas dimana mayoritas ODHA mengakses ARV, terjadinya LFU disebabkan banyak hal, antara lain : (1) Pandemi Covid-19 menyebakan ODHA takut ke Puskesmas, ODHA yang mayoritas mahasiswa serta pekerja Café pulang kampung dan tidak konfirmasi kepada Puskesmas dan pendamping sebaya; (2) Pindah layanan dan mengkases di layanan baru tidak konfirmasi lagi ke Puskesmas; (3) ODHA tidak percaya hasil tes di layanan pertama dan melakukan tes lagi di layanan baru serta mengakses ARV, sementara di Puskesmas semula dihitung LFU; (4) Belum percaya terhadap ARV dan tidak mau mengakses ARV beralasan telah mengakses di tempat lain (5) Merasa masih sehat, pada stadium I dan II, lalu tidak mengakses ARV lagi; (6) Terjadi efek samping ; (7) Berpikir herbalis, meyakini cukup dengan obat herbal, tanpa harus ARV karena banyak efek sampingnya.
Untuk mengatasi LFU ini Puskesmas dan rumah sakit melakukan upaya yang dipandang efektif, yakni: (1) Pemberian ARV kembali; (2) Pengobatan penyakit penyerta; (3) konseling ARV; (4) FGD dengan ODHA dan OHIDHA; (5) Edukasi kepada keluarga dan lingkungannya; (6) Pertemuan rutin dengan pendukung sebaya.
Selama ini peran penting yang telah dijalankan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit meliputi: memberikan konseling pra ARV, monitoring dan evaluasi setelah minum obat, melakukan pendataan pelaporan, serta melakukan rujukan kepada pendukung sebaya, Dinas Sosial, Dinas terkait, KDS dan WPA.
Diskusi Layanan Kesehatan dalam Workshop Optimalisasi Sistem LKB dan Strategi Meminimalkan LFU Kota Yogyakarta.
KDS Ujung Tombak Memutus LFU
Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) adalah ujung tombak bagi ODHA untuk saling menguatkan, memberikan motivasi dan dukungan, agar terbangun kebersamaan dalam wadah organisasi yang berfungsi sebagai tempat untuk hidup secara sehat. Demikian juga peran-peran individu ODHA sangat diperlukan untuk memotivasi dan memberikan dorongan hidup bagi ODHA yang mengalami masalah dalam kesehatan.
Alasan ODHA kembali Minum ARV, menurut KDS adalah: (1) muncul Infeksi Oportunistik, daya tahan tubuh menurun, mengalami sakit keras; (2) Pola Pikir, meliputi: takut mati, sudah bisa menerima kondisi diri mulai ada kesadaran akan manfaat minum ARV sebagai langkah supaya badan kembali sehat ada kesadaran untuk hidup lebih sehat, bisa berdamai dengan diri sendiri; (3)Support system yang baik: mendapat dukungan dari teman dan sesama ODHA, merasa diterima keluarga dan orang terdekat, motivasi dari keluarga; (4) Informasi HIV dan AIDS yang didapat cukup komprehensif; (5) Faktor Medis: mengganti obat baru dengan rendah efek samping.
Banyak pengalaman sukses para penggiat yang ada di KDS dalam memotivasi ODHA untuk kembali minum ARV. Berikut ini paparan pengalaman KDS dalam mendampingi ODHA yang LFU. Menurut DM dari KDS Metacom, sebagai pendamping sebaya berupaya melakukan penjangkauan, namun ada juga ODHA yang tidak bersedia dirujuk, ada yang benar-benar tidak mau berobat karena alasan efek samping dan terpapar isu obat herbal. Sebagai KDS, DM membantu anggota agar tidak LFU.
Pengalaman lain diceritakan YM dari KDS Violet, menurutnya ada teman ODHA yang punya salon, YM memberikan edukasi dan ia mendampingi 3 bulan minum ARV, dan hingga kini ODHA tersebut terus minum ARV sekalipun sudah 4 tahun belum open status. Yang paling signifikan menurut YM adalah, ia bercerita, bahwa YM positif HIV dan sudah 4 tahun minum ARV, akhirnya yang didampingi mau minum ARV, “Saya mencotohkan diri saya sendiri, strategi ini cukup efektif,” kata YM.
Kesuksesan lain dituturkan AR dari KDS Metacom. Pengalamannya saat menjadi konselor untuk ODHA, ada pasien yang drop kesehatannya, lalu AR memberikan contoh dirinya sendiri yang dulunya berbadan kurus karena HIV sekarang gemuk. ODHA ini dimotivasi untuk minum ARV, dan saat ini kondisinya sehat.
Mirip yang diceritakan EN dan KDS Metacom, karena Pandemi Covid-19 ada ODHA yang takut ke layanan, dan merasa tetap sehat tidak minum, selama 1 tahun cuma minum herbal, lalu oleh EN disarankan minum ARV, akhirnya dia mau minum ARV. Cerita kedua menurut EN, ada ODHA sudah 4 bulan putus ARV, lalu muncul Infeksi Oportunistik TB, akhirnya mau minum ARV lagi.
El dari KDS Diajeng, menuturkan, ia mengedukasi ODHA yang LFU sudah 6 tahun, El mendatangi berkali-kali padahal jaraknya jauh, El juga mengirim pesan lewat WA berkali-kali. Kunci keberhasilan dari pendekatan yang berulang-ulang itu adalah melalui metode sharing dan akhirnya dia luluh, sekalipun sebelumnya ODHA tersebut pernah menghindar. Awalnya karena ada efek samping, lalu El sarankan minum ARV lagi.
Pengalaman lain juga dipaparkan oleh Al dari KDS Dimas, Al punya pengalaman mendamping 50 orang ODHA yang LFU, dan 25 orang kembali minum ARV, Al memberikan motivasi dengan pengalaman dirinya sendiri yang telah minum ARV selama 10 tahun, karena sebelum minum ARV kesehatan Al pernah drop.
Menurut cerita Et dari komunitas Pita Merah, kesadaran muncul bukan hanya dari diri sendiri, tetapi juga adanya pendampingan. Dengan pendampingan ini ODHA merasa tidak sendiri, mendapat dukungan dan kepedulian. Pengalaman Et mendampingi ODHA yang daya tubuhnya lemah, setelah diedukasi akhirnya berpikir positif bahwa manfaat ARV banyak. Et menjelaskan bahwa orang yang pertama kali minum ARV pasti ada efek samping. Setelah didampingi, dia menjadi sadar dan berdaya. Tadinya takut menjadi tidak takut, dan sebelumnya didiskriminasi di keluarga tapi dia mampu membuktikan ke keluarga bahwa ODHA berhak mendapat kebahagiaan.
Af dari Pita Merah mengisahkan, ada ODHA usia 20 tahun mau minum ARV, tapi pihak keluarganya beranggapan bahwa penyakitnya diganggu mahluk halus. ODHA ini akhirnya sempat tidak minum ARV, lalu minum kembali, keluarganya tahu dia punya infeksi oportunistik TB, kemudian keluarga menyarankan berhenti minum ARV agar TB nya tidak parah. Ada juga pasien usia 20 tahun meninggal akibat putus-sambung minum ARV dan akhirnya tidak mau minum. Pengalaman Af sukses mendampingi 10 orang ODHA yang mau kembali minum ARV.
Menurut NV dari KDS Violet, hal yang sigfnifikan adalah memberi jalan keluar ODHA. Misalnya ketika ada ODHA yang pindah ke luar kota, dia membantu mengirimkan obat dari layanan awal yang diakses. Ada juga 4 orang ODHA yang minta dirujuk ke tempat tinggal baru dan sudah mengakses obat secara rutin.
NL dari KDS Diajeng juga mengatakan, melakukan edukasi adalah hal yang utama. Jika ODHA putus minum ARV maka bisa menularkan kepada pasangan dan anak. Dengan cara berpikir seperti ini cukup menyadarkan ODHA untuk kembali minum ARV.
Hal lain juga dituturkan BY dari KDS Dimas, ada pasien yang bosan minum obat selama setahun karena efek samping. Setelah BY melakukan edukasi, dari 5 orang yang LFU, semuanya sudah kembali minum ARV.
DW dari KDS Dimas menceritakan ada 1 pasien putus ARV sudah 1 tahun lebih sampai badannya kurus, dan dia punya pemahaman bahwa minum obat bisa mempercepat kematian. Lalu DW mengajak untuk mengakses layanan dan dia akhirya minum ARV kembali. Yang membuat ODHA mau minum ARV kembali salah satunya karena merasa nyaman dengan kita. Kita harus membuat nyaman mereka dengan membangun kepercayaan.
Masih dari KDS Dimas, AZ punya pengalaman 2 orang putus ARV yakni suami-istri dikarenakan efek samping. Suaminya putus ARV selama 1 tahun karena bosan minum obat, dan istrinya selama 6 bulan karena sedang hamil dan melahirkan. Kedua ODHA ini akhirnya mau minum ARV kembali, AZ melakukan dengan pendekatan meyakinkan mereka bahwa sekalipun ada efek samping, tapi bila tetap minum obat maka kesehatan bisa lebih baik.
ED dari Pita Merah menuturkan, ODHA mengalami LFU karena muncul infeksi oportunistik, lalu mendapat informasi bahwa tidak perlu minum ARV. Kemudian ED edukasi, bahwa ARV penting untuk meminimalisir resiko, dan akhrinya ODHA tersebut mau berdamai dengan dirinya dengan kembali minum ARV.
Menurut KDS Tasifeto Timur Kabupaten Belu, peran signifikan yang selama ini dilakukan KDS adalah: Membantu teman yang kehabisan stok ARV dengan cara meminjamkan ke yang bersangkutan tetapi jenis obatnya harus sama, Saling mengingatkan sesama ODHA agar jangan sampai putus ARV, Memberikan motivasi kepada sesama ODHA agar jangan sampai bolong minum obat. Sedangkan bagi KDS Tasifeto Barat Kabupaten Belu, Di dalam KDS membuat suatu ikatan dalam bentuk membuat WA group untuk saling berkomunikasi dengan lancar, saling mengingatkan untuk tetap rutin ART. Peran signifikan juga diberfungsi secara efektif di KDS Kakuluk Mesak Kabupaten Belu, yakni memotivasi dengan cara mengunjungi ODHA, mengedukasi tentang ARV, serta memberi dukungan secara moral yang meberikan energi untuk ODHA agar bisa hidup secara sehat dan produktif.
Paparan pengalaman KDS mendampingi ODHA agar kembali minum ARV merupakan kerja pendampingan yang memerlukan keahlian. Pelatihan SALT dan pelatihan penerimaan diri yang dilakukan oleh UPKM/CD Bethesda YAKKUM Yogyakarta kepada ODHA telah membekali kepercayaan diri dan keahlian yang tepat-guna bagi KDS dalam melakukan pendamping ODHA yang LFU.
KDS merupakan poros inti dalam gerakan sosial yang berbasis dari komunitas ODHA sendiri. Keaktifan KDS dalam gerakan sosial mempunyai dampak sangat baik di masyarakat secara umum, karena dengan aktif dalam gerakan sosial menunjukan bahwa KDS dan ODHA mampu menunjukan eksistensi kesehatannya sama dengan masyarakat secara umum tanpa stigma dan diskriminasi.
Keluarga dan WPA: Orang Dekat Yang Menguatkan
Kegiatan FGD dengan KDS di Kabupaten Belu saat evaluasi internal menemukan beberapa hal yang menarik bahwa pihak yang paling berpengaruh pada ODHA dalam konsumsi ARV adalah : diri sendiri, pasangan (istri atau suami), orangtua (bapak dan ibu), adik/kakak, WPA, KDS, dan pengelola HIV dari Puskesmas. Alasannya adalah bahwa pihak-pihak ini yang hadir saat kondisi ODHA menurun dan selalu memberikan edukasi untuk minum ARV. Faktor kedekatan personal dan emosional keluarga serta tetangga (WPA) menjadi hal penting untuk menguatkan ODHA.
Peran dan fungsi WPA untuk mendukung ODHA di area Belu antara lain: melakukan pendekatan, memotivasi agar rutin ARV, mengunjungi keluarga, mengantar ambil obat, memberikan informasi tentang manfaat ARV dan selalu memantau untuk rutin ARV. Sedangkan di area Kota Yogyakarta, meskipun tidak semua kelompok WPA mendampingi ODHA secara langsung, namun fokus kegiatan pada isu HIV dan AIDS adalah melalui upaya pomotif dan preventif. * (Hd).