Geliat Warga Peduli AIDS Surya Sejahtera dan Bener
Desember 5, 2023Mengisi Energi agar Lebih Berdaya
Januari 2, 2024Memperjuangkan Anggaran untuk Program HIV dan AIDS di Belu
Data Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara kumulatif menunjukkan kasus HIV dan AIDS periode 1997-Maret 2021 berdasarkan sebaran wilayah masih menempatkan Kabupaten Belu pada urutan kedua setelah Kota Kupang. Di Kabupaten Belu, kasus HIV dan AIDS berjumlah 1.019 dengan rincian HIV 509 kasus dan AIDS 510 kasus. Kota Kupang menempati urutan pertama dengan 1.566 kasus HIV dan AIDS. Namun dari sisi angka kematian, Kabupaten Belu menempati urutan pertama di NTT dengan 250 kasus, sedangkan Kota Kupang 68 kasus (KPA Propinsi NTT dengan mengutip dari Dinkes Kesehatan Provinsi, 2021).
Total kasus HIV dan AIDS secara kumulatif menurut Dinas Kesehatan Belu sejak tahun 2013–September 2021 adalah 864 kasus (Dinkes Kabupaten Belu 2021). Rinciannya kasus HIV sebanyak 360 orang, AIDS sebanyak 417 orang, meninggal sebanyak 87 orang. Kasus HIV dan AIDS berdasarkan profesi, maka Ibu Rumah Tangga (IRT) menempati urutan pertama baik di Kabupaten Belu maupun di NTT. Kasus HIV dan AIDS baik di Kabupaten Belu maupun NTT berdasarkan golongan umur adalah 25-49 tahun yang merupakan usia produktif.
Dengan data ini, tingginya kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Belu membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pengendaliannya. Kasus tersebut tidak akan berkurang apabila hanya dibebankan ke Dinas Kesehatan dan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Puskesmas, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), LSM seperti Flobamora Support dan UPKM/CD Bethesda Yakkum.
Intervensi program pencegahan terpadu penularan HIV dan AIDS yang telah berjalan 2,5 tahun ada dua hal yang perlu dioptimalkan. Pertama, memperkuat partisipasi masyarakat dalam bentuk Pengorganisasian Warga Peduli AIDS (WPA) dan memfasilitasi kegiatan WPA, selain itu partisipasi yang maksimal juga dibutuhkan dari komunitas yang secara langsung merupakan komponen inti yakni Penguatan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Kedua, menambah dan memperluas layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) yang sudah diinsiasi oleh Dinas Kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit.
Memperjuangan hak-hak ODHIV melalui program pencegahan terpadu penularan HIV dan AIDS yang dilakukan di Kabupaten Belu bukan hanya dilakukan oleh UPKM/CD Bethesda YAKKUM Yogyakarta namun merupakan kerja bersama dengan elemen masyarakat sipil dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah, baik legislatif maupun eksekutif sebagai pengguna anggaran pemerintah daerah, dengan demikian CD Bethesda hanyalah sebagai pihak komplementer untuk menggugah kesadaran bersama dan memunculkan ide-ide stakeholder secara nyata.
Proses Menuju Perencanaan Pencegahan Terpadu HIV dan AIDS
Dengan memperkuat patisipasi masyarakat dan memperluas layanan PDP, mungkinkah bisa menurunkan kasus HIV dan AIDS serta meningkatkan kualitas layanan untuk ODHIV di Kabupaten Belu? Pertanyaan ini penting sebagai titik pijak untuk merumuskan strategi dan tahapan apa yang akan diintervensi dalam dua problem di atas.
Alokasi anggaran di Kabupaten Belu tidak sebanding dengan peningakatn kasus HIV dan AIDS di Belu. Untuk merealisasikan anggaran, maka yang perlu dilakukan: pertama pendekatan ke pihak legislatif menjadi hal yang penting karena di eksekutif sudah ada pagu anggaran, yakni batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, upaya peningkatan anggaran bisa dilakukan melalui jalur legislatif karena bersifat fleksibel, sehingga ada kegiatan lobi ke legislatif melalui partai politik. Kedua, lobi kepada KPA Kabupaten Belu, sebagai institusi yang secara mandat memiliki kewenangan mengkoordinir pelaksanaan program HIV dan AIDS di lintas sektor.
Ada hal yang membutuhkan strategi yang lebih jitu selain upaya lobi yang selama ini dilakukan informal oleh individu. Strategi dimaksud yaitu menyertakan KDS dan WPA dalam kerja-kerja advokasi, antara lain ikut serta dalam lobi informal yaitu melalui pendekatan personal. Di sisi lain memperkuat KDS dan WPA sebagai pihak yang berkepentingan terhadap adanya peningkatan anggaran tersebut, karena mereka yang lebih berperan dan dapat memastikan program terkait HIV dan AIDS akan bisa berkelanjutan.
Setelah penguatan kapasitas untuk KDS dan WPA, dilakukan pertemuan formal dan informal dengan Komisi III DPRD Kabupaten Belu maupun dengan Ketua DPRD dan anggota DPRD tingkat Fraksi dari beberapa partai politik. Kenyataannya, alokasi anggaran penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Belu tidak signifikan dan tidak tepat sasaran, serta adanya tumpang tindih kegiatan di KPA, Dinkes, Puskesmas yang tidak terintegrasi dan bersifat sektoral.
Melalui proses lobi bersama ini ada beberapa perkembangan positif, yang merupakan hasil kerja avdokasi bersama antara WPA, KDS dan elemen yang ada di Kabupaten Belu. Hasil advokasi ini meliputi: Pertama, ada kesamaan pandangan antara DPRD berkaitan situasi penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Belu; Kedua, adanya komitmen DPRD dengan mengoptimalkan fungsi legislasinya dengan mengoptimalkan perencanaan dan penganggaran, serta melihat kembali regulasi yang ada, terutama Perda No. 13 tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS; Ketiga, mereview Perda No. 13 tahun 2012 dalam bentuk Rencana Aksi Daerah (RAD) penanggulangan HIV dan AIDS yang sedang dalam proses finalisasi.
Belajar dari Langkah KDS dan WPA
Pembelajaran dari kerja advokasi yang dilakukan KDS, WPA dan elemen lain adalah hasil kerja advokasi tersebut telah terpublikasi di media massa serta adanya respon DPRD untuk terlibat aktif di isu HIV dan AIDS di Kabupaten Belu. Komitmen nyata dari DPRD ini menjadi efektif tidak semata-mata dengan pertemuan formal dan informal, tetapi juga adanya kontrol dari masyarakat melalui media massa.
Salah satu keberhasilan peningkatan anggaran ini, DPRD yang selama ini kurang aktif dalam penganggaran HIV dan AIDS, dengan adanya interaksi dengan WPA dan KDS, mendorong anggota DPRD untuk memperhatikan secara serius terhadap kebutuhan ODHIV, antara lain: layanan kesehatan tes CD4 dan Viralload, nutrisi, dukungan ekonomi melalui keterampilan dan modal usaha.*(Yosafat Ician).
Program HIV dan AIDS di Belu