Penyehatan Tradisional Sebuah ‘Alat’
Agustus 12, 2024Dana Desa untuk Program Kesehatan, Bukti Nyata Komitmen Pemerintah Desa
Agustus 19, 2024‘Bukan Ojol Biasa’,
Ojol Gemar Edukasi HIV
Semua orang bisa menjadi guru yang baik. Terlebih, menjadi guru tidak harus memiliki latar belakang sebagai pendidik. Sekalipun dipandang sebelah mata, pekerjaan ojek online pun bisa menjadi ‘guru’ untuk teman seprofesi dan juga untuk pelanggannya. Hal itu yang dilakukan oleh salah satu anggota Warga Peduli AIDS (WPA) Pringgokusuman sekaligus berprofesi sebagai driver ojek online. Saat menjalankan tugasnya, ia selalu memberikan edukasi HIV dan AIDS.
Gunarto atau biasa dipanggil Pak Gun merupakan anggota WPA Pringgokusuman yang berprofesi sebagai driver ojek online (ojol). Saat menjadi narasumber dalam CD Bethesda Podcast Episode 12, dia membagikan banyak kisahnya. Pak Gun mulai bergabung menjadi anggota WPA pada awal tahun 2022. Keikutsertaan Pak Gun dalam WPA seperti sebuah ketidaksengajaan. Hal tersebut seperti sebuah keberuntungan.
Berawal dari pesan WhatsApp dari seorang teman bernama Pak Suroto yang meminta Pak Gun untuk berpartisipasi dalam pelatihan pijat urut tradisional yang diadakan oleh UPKM/CD Bethesda YAKKUM. Kegiatan pelatihan itu ditujukan untuk WPA selama dua hari dan Pak Gun diminta hadir karena anggota yang lain tidak bisa. Oleh karena tertarik untuk mempelajari penyehatan tradisional, pelatihannya tidak berbayar, dan pekerjaan Pak Gun tergolong fleksibel yang bisa mengatur jam kerjanya sendiri, maka dia pun bersedia hadir.
Saat menghadiri pelatihan pijat tradisional tersebut, Pak Gun belum menjadi anggota WPA. WPA adalah sesuatu yang baru bagi dirinya. Beberapa bulan kemudian, secara tak terduga Pak Gun mendapat undangan untuk mengikuti pertemuan rutin anggota WPA Pringgokusuman. Salah satu agenda pertemuan rutin tersebut adalah restrukturisasi pengurus WPA. Akhirnya, pada tahun 2022 Pak Gun resmi menjadi anggota WPA Pringgokusuman. Saat pertemuan rutin pun Pak Gun diminta untuk menunjukkan ilmu pijat tradisional yang didapatkan dari pelatihan.
Awal menjadi anggota WPA, Pak Gun masih belum mempunyai gambaran terkait tugas WPA. Setelah mengikuti beberapa kegiatan WPA dan dia menjadi semakin tertarik dengan isu HIV dan AIDS. Ilmu dan pengalaman yang didapat selama menjadi anggota WPA membuatnya semakin tertarik untuk mendalami karena WPA memiliki manfaat yang besar, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Muncul kepedulian dalam diri Pak Gun setelah mengetahui situasi dan kondisi kasus HIV dan AIDS di Kota Yogyakarta dan secara khusus kasus di lingkup terdekatnya juga semakin meningkat. “Ada rasa sedih, ada rasa miris, ada rasa takut kalau seandainya situasi ini tidak kita tanggulangi bersama atau kita cegah bersama,” ungkap Pak Gun menyampaikan awal perhatian ini. “Toh itu bisa menimpa siapapun, teman-teman dekat kita, saudara kita, keluarga kita, tidak menutup kemungkinan semua itu bisa terkena HIV,” ucapnya.
Keluarga Pak Gun sendiri tidak ada yang mempermasalahkan ketika dirinya bergabung menjadi WPA. Keluarga Pak Gun mendukung selama apa yang dilakukannya tidak mengganggu keluarga dan kegiatan di rumah. Dia juga menyadari bahwa pada dasarnya lingkungan hidupnya sendiri sudah tidak asing dengan isu HIV dan AIDS. Rumah Pak Gun berada di dekat Bong Suwung dan Pasar Kembang yang dinilai lokasi berisiko penularan HIV. Kondisi ini yang semakin memperkuat Pak Gun untuk terus berpartisipasi menjadi relawan HIV dan AIDS dalam wadah WPA.
HIV adalah isu yang sangat sensitif dan tidak sedikit yang berpikir bahwa anggota WPA adalah ODHIV padahal tidak selalu demikian. Edukasi yang dilakukan oleh Pak Gun lebih kepada menyampaikan isu atau informasi tentang HIV dan AIDS kepada rekan ojol yang lain. Salah satu kesempatan yang dimanfaatkan oleh Pak Gun adalah pada saat ngetem bersama di sela-sela bekerja.
Tak lupa dan tak kalah penting, hal yang diperhatikan oleh Pak Gun ketika mengedukasi adalah membaca situasi terlebih dahulu kepada siapa dia sedang berbicara. Ketika sedang berhadapan dengan teman-teman yang lebih senior maka diksi diperhalus dan lebih banyak menggunakan contoh pihak ketiga.
Pernah saat dia sedang ngetem di depan gang Pasar Kembang bersama dengan rekan ojol yang lain, ada rombongan masuk ke gang Pasar Kembang dalam kondisi setengah sadar. Pada waktu itu, sambil bercanda ke rekan ojol, Pak Gun berkata, “Pak itu lho Pak kalau orang sudah seperti itu sudah setengah mabuk gitu dia begitu masuk ke dalam sangat mudah untuk tergoda. Dengan godaan sedikit saja udah lupa segalanya. Lupa segalanya itu dia lupa dengan keluarga yang ada di rumah, dia lupa kalau dia membawa uang itu mungkin uangnya itu adalah uang untuk angsuran motor, dia lupa kalau melakukan hal yang lebih lagi dia lupa untuk menggunakan pelindung atau kondom. Pada akhirnya, ketika nanti dia pulang itu yang dia bawa itu adalah masalah. Masalahnya mungkin uang yang harusnya untuk membayar atau mengangsur motor akhirnya uang itu habis nggak ada lagi atau karena dia lupa menggunakan pelindung akhirnya dia pulang ke rumah membawa masalah yaitu mungkin masalahnya penyakitnya ikut dia bawa pulang ke rumah.”
Ketika sedang berhadapan dengan yang lebih muda maka Pak Gun memberi rambu-rambu secara perlahan dan langsung ke intinya. Edukasi yang dia lakukan ini belum sampai untuk konsumen ojol karena Pak Gun harus berhati-hati dengan kode etik perusahaan yang harus dipatuhi demi kebaikan bersama. Strategi edukasi yang dilakukan oleh Pak Gun biasa disebutnya sebagai “edukasi tipis-tipis”. Ide edukasi ini dia dapatkan melalui pelatihan-pelatihan yang sudah diikuti di UPKM/CD Bethesda YAKKUM. Beberapa kegiatan yang pernah dia ikuti meliputi pelatihan pijat tradisional dan jamu tradisional, pentingnya penggunaan kondom, penularan dan pencegahan infeksi HIV. Melalui kegiatan itu dia memahami tindakan atau perbuatan apa yang banyak orang takutkan tapi sebenarnya tidak sampai menularkan HIV, pencegahannya seperti apa, dan risikonya seperti apa. Melalui keterampilan pijat, jika ada rekan ojol yang salah bantal maka Pak Gun bisa masuk ke dalam topik HIV dan AIDS sembari memijat dan disisipi dengan humor agar suasana lebih santai dengan harapan apa yang disampaikannya dapat lebih mudah diterima.
Walau demikian, Pak Gun menyampaikan pula bahwa ada sedikit penyesalan mengapa informasi yang didapatkan selama menjadi anggota WPA tidak diketahuinya dari dahulu. Salah satu hal yang paling mengetuk hatinya adalah beberapa teman atau orang yang dia kenal dan sekarang sudah meninggal tetapi saat sakit menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu semua itu terjadi, Pak Gun masih belum bergabung dalam WPA. Apabila waktu itu sudah memahami informasi tentang HIV dan AIDS maka dia akan mengajak teman-temannya tersebut untuk tes HIV. Seandainya memang benar terinfeksi maka setidaknya dia dapat membantu mengarahkan langkah pengobatan dan memberikan dukungan sehingga kemungkinan hari ini masih bisa melihat mereka tersenyum bersama. Berdasarkan pengalaman seperti itu, Pak Gun sangat termotivasi untuk melakukan edukasi karena tidak ingin menemui kasus seperti itu lagi.
Pada sesi podcast selanjut, Pak Gun menyampaikan bahwa ketika masih sekolah, dia berkenalan dengan seorang teman di area Stasiun Tugu yang akhirnya menjadi teman bermain masa kecil. Seiring berjalannya waktu temannya berpindah tempat tinggal dan beberapa tahun kemudian baru bertemu lagi. Saat bertemu, kondisi tubuh temannya terlihat sudah sakit tetapi Pak Gun tidak bertanya lebih lanjut. Beberapa waktu kemudian di satu kesempatan dia bertemu dengan adik temannya tersebut dan menyampaikan bahwa teman Pak Gun sudah meninggal karena sakit paru-paru dan komplikasi.
Selang beberapa waktu kemudian, saat Pak Gun mengikuti kegiatan edukasi WPA yang diadakan UPKM/CD Bethesda YAKKUM dengan narasumber seorang dokter di puskesmas. Narasumber menyampaikan bahwa dia mempunyai seorang relawan ODHIV tetapi saat ini sudah meninggal. Pak Gun pun terkejut ketika melihat foto yang terpampang dalam layar bahwa ternyata relawan yang dimaksud adalah temannya yang sudah meninggal tersebut. Pak Gun dapat menarik kesimpulan bahwa pada waktu itu dirinya bertemu dengan temannya tersebut sudah dalam fase AIDS. Hal ini pula yang membuat Pak Gun tersentuh setiap kali membahas tentang HIV dan AIDS.
Hal menarik tentang HIV dan AIDS menurut Pak Gun adalah HIV saat ini sudah ada obatnya dan bisa membuat ODHIV tidak langsung parah ke fase AIDS. Hal ini membuat ODHIV yang bisa menikah dan mempunyai anak tanpa terinfeksi HIV. Adapun tantangan yang dihadapi oleh Pak Gun sejauh ini masih berkutat pada isu HIV dan AIDS yang bagi sebagian orang masih menjadi sesuatu yang belum banyak diketahui dan masih terstigma bahwa HIV dan AIDS adalah suatu hal yang berhubungan dengan perilaku menyimpang dan tabu. Padahal kadang ODHIV juga tidak tahu darimana terinfeksi.
Terkadang saat mau memberikan edukasi pada orang-orang yang masih memberikan stigma, biasanya mereka tidak tertarik dan cenderung mengganti topik pembicaraan. Pak Gun belum memahami alasan mereka menolak membahas topik HIV dan AIDS, apakah karena dia seolah-olah menggurui atau bagi orang yang berisiko kesannya seperti dihakimi dan disalahkan lalu kemudian menolak untuk diedukasi. Mungkin juga bagi mereka yang tidak melakukan perilaku berisiko, membahas HIV dan AIDS menimbulkan kesan seperti dianggap adalah ODHIV atau sering melakukan perilaku menyimpang. Hal ini yang membuat Pak Gun lebih berhati-hati ketika hendak mengedukasi agar tidak mendapatkan penerimaan yang tidak baik.
Pak Gun menyebutkan bahwa ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri ketika apa yang disampaikannya diterima dan disambut dengan antusias. Pernah pada suatu waktu saat sedang mengedukasi seorang rekan yang masih muda, orang tersebut antusias terhadap apa yang disampaikannya. Rekan tersebut memberitahu berapa kali dia berpesta dan bermain ke tempat hiburan malam dengan teman-temannya. Ketika menghadapi kasus yang seperti ini, Pak Gun merasa bangga dan merasa bahwa apa yang disampaikan memang didengar. Harapannya, informasi edukasi yang diberikannya bisa diteruskan oleh rekannya kepada orang lain yang lebih luas lagi.
Akhir sesi Pak Gun berkata, “Pesan saya sih tetap sehat, jaga kesehatan dengan gaya hidup sehat dan pola hidup yang sehat. Satu lagi kepada sobat CD Bethesda yang sebagai relawan atau saya menyebutnya para pahlawan, jangan lelah menjadi orang baik, jangan lelah untuk menyebarkan informasi tentang kebaikan karena meskipun pesan yang kita sampaikan itu belum tentu diterima atau bahkan mungkin ditolak tapi bukan berarti pesan itu tidak penting untuk kita sampaikan. Jadi, tetap semangat demi kebaikan.”
Berdasar kisah Pak Gun tersebut, penyebarluasan informasi HIV dan AIDS bisa dilakukan oleh masyarakat tidak hanya dalam forum resmi tetapi juga dalam pekerjaan sehari-hari dan aktivitas sehari-hari. Bertemu dengan orang banyak bisa menjadi sarana untuk menyebarluaskan informasi HIV dan AIDS. Melalui edukasi secara masif, harapannya masyarakat bisa memiliki pemahaman yang benar tentang HIV dan AIDS serta melakukan upaya pencegahan agar terhindar dari infeksi HIV.
(Pratistha Citta Kintani)
Sumber: Video Youtube CD Bethesda
https://www.youtube.com/watch?v=36B2QrxwAKQ&t=222s&pp=ygUXY2QgYmV0aGVzZGEgb2playBvbmxpbmU%3D