Melayani Dengan Setia, Berharga di mata Tuhan
September 2, 2024Mentari Bawa Terang di Bisesmus
September 9, 2024Menerima Diri Memperbaiki Kualitas Hidup ODHIV
Hidup sebagai ODHIV bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dijalani. Tidak hanya mendapatkan stigma dari luar atau masyarakat, ODHIV juga berjuang dengan stigma yang mereka ciptakan sendiri, atau yang lebih dikenal dengan stigma diri. Pemberian stigma oleh diri sendiri mengakibatkan ODHIV meyakini bahwa mereka tidak dapat diterima oleh masyarakat karena statusnya. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya rasa tidak percaya diri dan sulit bersosialisasi di lingkungan sekitar, bahkan sampai tidak melakukan pengobatan rutin.
Penerimaan diri terhadap statusnya sebagai Orang Dengan HIV (ODHIV) merupakan awal untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik di masa depan. Proses penerimaan diri ini terkadang Atidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu, UPKM/CD Bethesda YAKKUM melalui program Pengendalian Terpadu HIV dan AIDS memandang perlu mengadakan Training Penerimaan Diri dan Open Status bagi ODHIV di Kabupaten Belu. Tujuan pelatihan untuk memberikan pengetahuan kepada ODHIV tentang kebermaknaan hidup, menumbuhkan rasa percaya diri, pemahaman terkait dampak pikiran positif dan dampak pikiran negatif terhadap gangguan emosi dan hubungan interpersonal. Pelatihan ini juga menumbuhkan sikap proaktif dan komunikasi efektif serta the power of self healing (kekuatan penyembuhan diri).
Pelatihan penerimaan diri sudah dilakukan sebanyak tiga kali dengan metode berjenjang dan melibatkan ODHIV yang ada di wilayah intervensi UPKM/CD Bethesda YAKKUM di Kabupaten Belu. Kegiatan pertama dilakukan pada 8-9 0ktober 2021 dengan berfokus pada refleksi dan penguatan bermakna untuk ODHIV dengan dasar penerimaan diri. Pelatihan kedua dilaksanakan pada 4-5 Mei 2022 dengan fokus pada manajemen stres. Sedankan pelatihan ketiga pada 3-4 Juni 2023 dengan metode yang lebih terbuka agar ODHIV berdaya dan mandiri. Kegiatan tersebut sangat membantu dan bernilai positif bagi peserta karena ODHIV yang mengikuti kegiatan tersebut mengalami perubahan yang signifikan.
Salah satu contoh perubahan yang dialami seorang ODHIV di Desa Tukuneno berinisial IL. Ia terinfeksi HIV sejak 2014. Awalnya ketika terinfeksi virus dan dinyatakan positif HIV, dia cukup syok dan akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mulai menjalani hidup sebagai ODHIV dengan rasa putus asa dan depresi. Ia merasa minder dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan keluarganya. Namun ia masih memiliki harapan dan dengan penuh perjuangan, dia terus menjalani hidup. Sampai pada akhirnya di tahun 2020, dia bergabung sebagai anggota Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Moris Foun yang bermitra dengan UPKM/CD Bethesda YAKKUM area Belu.
Melalui kegiatan penerimaan diri yang diikuti sebanyak tiga kali, mulai timbul rasa percaya diri, keberanian dan mulai mengenal kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Hal itu berpengaruh pada aktivitasnya setiap hari. Dia tidak lagi terlalu cemas dalam setiap tindakan yang dilakukan, merasa bebas dalam melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas perbuatannya karena sudah mampu mengetahui kekurangan yang dialami pada dirinya sendiri. Kini, dia selalu yakin dan optimis dengan apa yang telah dilakukan sebagai ODHIV.
Setelah mengikuti berbagai kegiatan dan sharing bersama teman-temannya, akhirnya IL bisa menerima keadaan sebagai ODHIV dan siap membuka diri kepada orang lain. Bahkan sekarang sudah memulai usaha di rumahnya sendiri dengan cara berjualan di kios dan usaha kecil-kecilan lainnya. Hal yang cukup luar biasa dari IL adalah dia menjadi pelopor upaya pencegahan HIV dan AIDS di lingkungan keluarganya sendiri dan di desanya. Contohnya, ketika ada anggota keluarga yang pulang dari daerah perantauan (Kalimantan, Malaysia, dll) maka dia dengan senang hati memberikan arahan, bahkan membantu secara sukarela keluarganya atau orang yang baru pulang dari perantauan ini untuk memeriksakan kesehatannya di puskesmas terdekat. Dia dengan sukarela mendampingi sampai semua proses selesai.
IL juga turut aktif sebagai Warga Peduli AIDS (WPA) di desanya. Bersama kader WPA lainnya, ia melakukan kegiatan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS seperti memberikan testimoni saat kegiatan bersama masyarakat dan kelompok risiko tinggi, melakukan kunjungan dan pendampingan bagi ODHIV yang LFU, membangun jaringan dan advokasi di desa terhadap kebijakan alokasi Dana Desa untuk isu HIV dan AIDS. Bisa dibilang, semua itu merupakan langkah-langkah kongkrit untuk penanggulangan dan pencegahan penyebaran HIV dan AIDS di Kabupaten Belu.
Kisah IL ini membuat kita sadar bahwa kegiatan Training Penerimaan Diri dan Open Status bagi ODHIV penting diikuti oleh semua ODHIV. Melalui kegiatan tersebut mereka saling support dan berjuang bersama menjalani hidup sebagai ODHIV dan dapat menghilangkan stigma negatif bahwa mereka tidak akan bisa hidup berdampingan dengan masyarakat umum. Melalui penerimaan diri dan keterbukaan ODHIV, mereka tidak lagi dikucilkan dan bisa kembali menjadi pribadi yang kuat serta menjadi orang yang tegar. Mereka siap dalam mengejar mimpi dan harapannya serta bisa meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik dan bermakna.
(Febronia Kefi)